Afrika Perlu Berinvestasi Setidaknya $298 Miliar Untuk Mewujudkan Transformasi Energi Terbarukan
Karena permintaan energi di Afrika diperkirakan akan meningkat sepertiga pada dekade berikutnya, kawasan ini perlu meningkatkan kapasitas pembangkit listriknya sepuluh kali lipat pada tahun 2065. Namun, memenuhi target dekarbonisasi berarti Afrika harus melompati jalur pembangunan ekonomi negara-negara miskin. bangsa. Menurut penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Science Advances, biaya investasi minimum yang diperlukan untuk menerapkan jaringan energi terbarukan di Afrika adalah $298 miliar, yang merupakan tantangan besar bagi kawasan ini.
Meskipun demikian, Afrika telah membuat kemajuan signifikan menuju energi terbarukan dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah, investor, dan perusahaan energi telah menyadari kebutuhan akan sumber energi yang lebih bersih dan mudah diakses, sehingga menyebabkan peralihan dari bahan bakar fosil tradisional ke sumber energi terbarukan. Potensi energi terbarukan di Afrika sangat besar, dengan sumber daya tenaga surya, angin, dan tenaga air yang melimpah. Badan Energi Internasional (IEA) melaporkan bahwa Afrika mempunyai potensi menghasilkan lebih dari 10 terawatt tenaga surya dan 1.250 gigawatt tenaga angin, yang keduanya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan kawasan.
Pergerakan menuju energi terbarukan di Afrika sebagian didorong oleh menurunnya biaya teknologi terbarukan. Harga modul surya PV telah turun sebesar 90% sejak tahun 2010, sementara turbin angin kini lebih murah hingga 50%. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut, dengan pengurangan biaya lebih lanjut diperkirakan terjadi di masa depan. Negara-negara di Afrika telah memanfaatkan peluang ini, seperti Afrika Selatan, Mesir, Maroko, dan Kenya yang muncul sebagai pemimpin dalam investasi energi terbarukan. Negara-negara ini telah banyak berinvestasi pada infrastruktur energi terbarukan, dan Afrika Selatan memimpin dalam bidang tenaga surya dan angin.
Namun transisi menuju energi terbarukan di Afrika menghadapi tantangan besar, termasuk kurangnya pendanaan, kerangka peraturan yang tidak memadai, dan ketidakstabilan politik. Proyek energi terbarukan memerlukan biaya investasi awal yang besar, sehingga dapat menghalangi investor, terutama di negara-negara dengan risiko yang tinggi. Selain itu, kurangnya kerangka peraturan yang mendukung penerapan energi terbarukan, sehingga menyulitkan perusahaan untuk menavigasi lanskap peraturan yang kompleks. Ketidakstabilan politik, korupsi, dan konflik juga menimbulkan hambatan besar bagi pengembangan energi terbarukan.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah di Afrika harus memprioritaskan investasi energi terbarukan, mengembangkan kerangka kebijakan yang tepat, dan mendorong lingkungan yang ramah investor. Agenda Uni Afrika 2063, yang bertujuan untuk mendorong pembangunan berkelanjutan dan energi terbarukan di seluruh benua, memberikan kerangka kebijakan untuk mendukung investasi energi terbarukan. Agenda ini menyerukan peralihan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan dan penciptaan pasar energi pan-Afrika.
Kesimpulannya, Afrika menghadapi tantangan besar dalam melakukan transisi ke energi terbarukan, namun potensi manfaatnya sangat besar. Investasi pada energi terbarukan tidak hanya akan membantu memperluas akses listrik tetapi juga berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan. Afrika memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk mendorong kemajuan dan menghadapi tantangan masa depan; kini mereka perlu memanfaatkan peluang tersebut dan berinvestasi pada masa depan energi yang berkelanjutan. Dengan kebijakan, investasi, dan kemitraan yang tepat, kawasan ini dapat mencapai masa depan yang berkelanjutan dan sejahtera.